Tobat Dari Kedzaliman

 

Tobat

Ramadhan adalah bulan yang berlimpah keutamaan dari Allah SWT. Selain rahmat dan pahala yang berlipat, Allah SWT juga memberikan limpahan ampunan kepada hamba-hambaNya yang beriman dan beramal shalih. Karena itulah Ramadhan juga disebut sebagai bulan ampunan (Syahrul-Maghfirah). Sepantasnya setiap Muslim yang mengharapkan ampunan Allah SWT bersegera melaksanakan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya agar ia mendapatkan ampunan yang sempurna. Bukankah tak ada satu pun manusia yang tidak lepas dari dosa dan kesalahan?

Ampunan dan Pembebasan dari Neraka

Janji pengampunan dosa selama Ramadhan disampaikan oleh Baginda Nabi saw. dalam sabda beliau:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Siapa saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan semata-mata karena iman dan mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosa-dosanya pada masa lalu (HR al-Bukhari dan Muslim).

Bukan hanya memberikan ampunan, Allah SWT juga menjanjikan bagi hamba-hamba-Nya pembebasan dari azab neraka. Sabda Nabi saw.:

إِنَّ لِلهِ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ عُتَقَاءَ مِنَ النَّارِ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ وَ إِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيُسْتَجَابُ لَهُ

Sungguh pada setiap hari dan malam bulan Ramadhan ada orang-orang yang Allah bebaskan dari api neraka. Sungguh setiap Muslim yang berdoa akan Allah kabulkan doanya (HR Ahmad dan al-Bazzar).

Karena itu merugilah siapa saja yang memasuki Bulan Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan Allah SWT. Hal ini sudah diperingatkan oleh Nabi saw. dalam sabda beliau:

قَالَ لِي جِبْرِيلُ: رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ، فَقُلْتُ: آمِينَ

Jibril as. berkata kepadaku, ”Sungguh sangat merugi seseorang yang memasuki bulan Ramadhan, tetapi dosa-dosanya tidak diampuni.” Aku (Nabi saw.) pun mengucapkan, ”Ya Allah, kabulkanlah.” (HR al-Bukhari).

Bukankah mengherankan jika ada seorang Muslim memasuki Bulan Ramadhan, namun tidak mendapatkan ampunan Allah, apalagi jika dia malah menambah dosa? 

Ada dua penyebab mengapa seorang Muslim yang berpuasa justru tidak mendapatkan ampunan: Pertama, karena masih melakukan kemaksiatan. Nabi saw. bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Siapa saja yang tidak meninggalkan perkataan dan perilaku dusta, Allah tidak membutuhkan upayanya dalam meninggalkan makan dan minumnya (HR al-Bukhari).

Yang termasuk dalam qawl az-zûr adalah berdusta, memanipulasi rakyat, tutur kata yang menyakiti orang lain dan berkhianat. Mereka yang berpuasa, tetapi tidak melepaskan lisan dan amal mereka dari tindakan seperti ini, tidak akan mendapatkan ampunan Allah SWT.

Kedua, masih terus melakukan dosa-dosa besar. Hal ini karena penghapusan dosa selama Bulan Ramadhan hanya berlaku pada selain dosa-dosa besar. Nabi saw. bersabda:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Shalat lima waktu, ibadah Jumat yang satu dengan ibadah jumat berikutnya dan puasa Ramadhan yang satu dengan puasa Ramadhan berikutnya, itu semua merupakan penghapus dosa di antara keduanya selama dosa-dosa besar dijauhi (HR Muslim).

Berkaitan dengan hadis di atas, Qadhi Iyadh mengatakan, ”Yang dimaksud dalam hadis ini adalah ampunan atas dosa-dosa selama dosa-dosa besar tidak dilakukan. Ini adalah pendapat Ahlus Sunnah. Adapun dosa-dosa besar hanya dapat dihapuskan dengan tobat atau (mendapatkan) rahmat Allah dan karunia-Nya.” (Al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi, I/535, Maktabah Syamilah).

Tentu keliru jika seorang Muslim mengharapkan ampunan Allah SWT, tetapi masih berkutat dengan berbagai kemaksiatan yang tergolong dosa besar seperti memakan riba, melakukan korupsi dan berbagai kezaliman.

Kezaliman Dosa Besar

Salah satu dosa besar yang diperingatkan dengan keras oleh Islam adalah perbuatan zalim. Allah SWT berfirman:

وَكَذٰلِكَ اَخۡذُ رَبِّكَ اِذَاۤ اَخَذَ الۡقُرٰى وَهِىَ ظَالِمَةٌ‌ؕ اِنَّ اَخۡذَهُ اَلِيۡمٌ شَدِيۡدٌ‏

Begitulah siksa Tuhanmu jika Dia menyiksa (penduduk) negeri-negeri yang berbuat zalim. Sungguh siksa-Nya sangat pedih dan sangat berat (TQS Hud [11]: 102).

Rasulullah saw. menyebutkan kezaliman akan berubah menjadi kegelapan bagi para pelakunya pada Hari Kiamat nanti. Sabda beliau:

إِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَـاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Sungguh kezaliman adalah kegelapan pada Hari Kiamat (HR al-Bukhari).

Kezaliman dalam segala bentuknya adalah haram. Islam telah memberikan perlindungan kepada setiap Muslim atas harta, darah dan jiwa mereka. Rasulullah saw. dalam Khutbah al-Wada’ menyampaikan:

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هذَا فِي شَهْرِكُمْ هذَا فِي بَلَدِكُمْ هذَا 

Sungguh darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian haram atas kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini, pada bulan kalian ini dan di negeri kalian ini (HR al-Bukhari dan Muslim).

Tidak ada yang bisa lolos dari balasan Allah atas perbuatan zalim mereka di dunia. Nabi saw. sampai mengingatkan bahwa hewan-hewan saja diberi kesempatan untuk membalas perlakuan buruk yang mereka terima di dunia dari sesama binatang. Sabda Nabi saw.:

لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقيامَةِ حَتَّى يُقَادَ للشَّاةِ الْجَلْحَاء مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاء

Sungguh, pada Hari Kiamat nanti semua hak akan dikembalikan kepada pemiliknya. Bahkan kambing yang tak bertanduk diberi kesempatan untuk membalas kambing yang bertanduk (HR Muslim).

Karena itu manusia yang berbuat zalim selama hidupnya tidak boleh merasa aman. Mereka tidak akan dapat lolos dari hisab dan balasan Allah SWT pada Hari Kiamat. Rasulullah saw. menyebut para pelaku kezaliman yang tidak bertobat sebagai manusia yang bangkrut. Sabda beliau: “Tahukah kalian, siapakah orang bangkrut itu?” Para Sahabat ra. menjawab, “Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang.” Beliau bersabda, “Sungguh orang bangkrut di kalangan umatku, (yaitu) orang yang datang pada Hari Kiamat dengan membawa (pahala) shalat, puasa dan zakat. Namun, dia juga mencaci maki si ini, menuduh si itu, memakan harta orang ini, menumpahkan darah orang itu dan memukul orang ini. Orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan kepada dirinya, kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Muslim, no. 2581).

Bahaya Kezaliman Penguasa

Kezaliman yang dilakukan penguasa jauh lebih berat lagi ancaman dan siksaannya kelak. Sebabnya, mereka seharusnya menggunakan amanah kekuasaan yang mereka miliki untuk mengurus umat dengan syariah Islam. Sayangnya, umat justru menyaksikan penguasa mengkhianati amanah kekuasaannya hanya untuk kepentingan oligarki. Sebaliknya, penguasa terus membebani rakyat melalui pencabutan berbagai subsidi dan kenaikan pajak. Misalnya saja kenaikan tarif sejumlah ruas jalan tol, pencabutan subsidi sejumlah pupuk untuk petani, serta keputusan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. Naiknya tarif tol dan terutama PPN tentu akan menambah beban hidup warga dan menyulitkan roda perekonomian.

Pembangunan IKN juga mulai menelan korban. Ada 200 warga asli desa Pamaluan dan Sepaku terancam digusur karena lahan mereka berada di kawasan pembangunan Ibukota Nusantara. Mereka dinyatakan sebagai pemilik lahan ilegal karena tidak punya sertifikat tanah. Padahal mereka adalah penduduk asli yang sudah menetap di lokasi selama bertahun-tahun. Sejumlah warga yang memprotes juga ditangkap oleh aparat karena dianggap mengganggu pembangunan IKN.

Ironinya, Pemerintah sudah mengeluarkan aturan yang menguntungkan para pengusaha, yakni Hak Guna Usaha di IKN. Jangka waktunya bisa mencapai 190 tahun dalam 2 siklus. Ada juga Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Totalnya 160 tahun. Para investor IKN juga diberi status bebas pajak hingga 30 tahun!

Padahal kekuasaan adalah amanah yang mestinya digunakan untuk memenuhi hak-hak rakyat dan berlaku adil kepada mereka. Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ  

Sungguh Allah menyuruh kalian memberikan amanah kepada orang yang berhak menerimanya, Allah  pun menyuruh kalian, jika menetapkan hukum di antara manusia, agar kalian berlaku adil (TQS an-Nisa’ [4]: 58).

Alhasil, kezaliman tidak bisa dihapus hanya dengan ibadah sepanjang Bulan Ramadhan. Sebabnya, kezaliman merupakan dosa besar. Bahkan shaum para pelaku kezaliman bisa menjadi sia-sia jika mereka tidak menghentikan kezaliman mereka. Sabda Nabi saw.:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Siapa saja yang tidak meninggalkan perkataan dan perilaku dusta maka Allah tidak membutuhkan upayanya dalam meninggalkan makan dan minumnya (HR al-Bukhari).

Menggugurkan dosa-dosa kezaliman juga tidak bisa dilakukan hanya sekadar dengan istighfar, melainkan harus bertobat dengan tobat nashûha. Caranya dengan mencabut semua kebijakan yang telah menzalimi rakyat, mengembalikan hak-hak rakyat yang telah teraniaya, lalu mengganti sistem yang berlaku dengan syariah Islam dalam institusi Khilafah Islamiyah. Tidak ada aturan yang menjamin keadilan bagi manusia dan menghilangkan berbagai kezaliman, kecuali hanya syariah Islam. Syariah Islam tentu tidak akan bisa dijalankan tanpa ada institusi pelaksananya, yakni Khilafah Islam.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.

Hikmah:

Fudhail bin Iyadh rahimahulLâh berkata:

اِسْتِغْفَارٌ بِلاَ إِقْلاَعٍ تَوْبَةُ الْكَذَّابِيْنَ

Istighfar tanpa melepaskan diri dari maksiat adalah pertobatan para pendusta. (An-Nawawi, Al-Adzkâr, hlm. 349). []

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url