Mengubah Kritikan dan Hinaan Menjadi Penghasilan. Ippho Santosa Mybonus PayTren


Anda Sedang Down saat ini, ada tips bagaimana Mengubah kritikan dan hinaan jadi penghasilan

Memetik Hikmah dari kata ini
“Kamu kuliah, ambil apa?”
“Ambil hukum. Kamu, ambil apa?”
“Aku sih ambil hikmahnya aja.” 
“Drop out ya?” 
“Hehehe.”

Hidup adalah samudera hikmah. Di berbagai liputan, sebagian kita mungkin sudah meneguk hikmah demi hikmah yang tidak sedikit dari pengusaha-pengusaha hebat. 

Dari Jack Ma, kita belajar:
  • Biasakan diri dengan penolakan. Beranilah mengambil risiko. Cari 
atasan atau mentor yang tepat.
Dari Chairul Tanjung, kita belajar:
  • Berdaganglah sedini mungkin. Bekerja keras sejak muda.
Dari Nabi Muhammad, kita belajar:
  • Berdaganglah sedini mungkin. Tidak harus produksi sendiri. 
  • Cari pembimbing yang tepat.
Setidaknya, itulah hikmah-hikmah yang kita teguk dari pengusaha-pengusaha hebat tersebut. Maka wajar kalau disebut hidup itu samudera hikmah. Nah, bagaimana dengan kritik? Adakah hikmah saat kita dikritik? Sekecil apapun, sebenarnya hikmah itu ada. Sayang, tak semua orang mau introspeksi dan belajar. Alih-alih begitu, mereka lebih suka beralasan. 
Untuk itu, perkenankan di sini saya memboyong sosok anak muda yang 
membekali dirinya dengan zest alias semangat yang luar biasa, di mana ia berhasil menghalau sederet kritik dan keraguan, kemudian menjadi salah satu orang paling tajir dan paling tenar di muka bumi ini. Siapakah dia?

Menyikapi Kritik
Awal-awal merintis bisnis, ia terpaksa drop-out dari kampusnya. Mudah ditebak, orang-orang di sekitarnya bukan saja mengkritik tapi juga menentang dan menantang keputusan ekstrim ini. Manakala bisnisnya 
tumbuh dan berkembang, korporasi sekakap Yahoo ingin membeli bisnisnya dengan harga yang membuat orang-orang tercengang. Tapi, ia tolak. Timnya protes, menganggap penolakan ini sangat konyol. Lalu, karena kecewa timnya memutuskan untuk resign. Beda dengan mereka, 
ia menyandang zest dan tetap yakin pada visinya.

Begitulah. Ia punya zest dan visi yang melampaui orang rata-rata. Sean Parker, pendiri Napster, adalah pihak luar yang turut meyakini visi besarnya itu, tanpa ragu. Ujung-ujungnya terbukti, visi tersebut meng-kristal menjadi sesuatu. Dream comes true. Di mana bisnisnya meraksasa dengan merek Facebook dan warna serba biru. Ya, anak muda itu ber-nama Mark Zuckerberg dan saya yakin sejak awal Anda sudah tahu. Bukankah begitu? 
Dengan rendah hati, kemudian ia mengaku, “Saya memulai situs ini saat berumur 19 tahun dan saya tidak tahu banyak tentang bisnis pada waktu itu.” Di kesempatan berbeda, ia pernah bicara soal zest, “Bergeraklah dengan cepat dan hancurkan apapun yang menghalangi. Jika Anda gagal 
menghancurkan sesuatu, berarti Anda tidak bergerak dengan cukup cepat. 

Percayalah, risiko terbesar adalah tidak mengambil risiko sama sekali.”Sejak dulu sampai sekarang, Mark Zuckerberg sudah terbiasa dengan masa-masa sulit dan kritikan. Berbekal zest, inilah komentar-komentarnya bagaimana dia bisa bangkit dan mengubah kritikan dan hinaan menjadi penghasilan :

  • Saat kita idealis, bersiaplah disalahpahami. 
  • Saat kita bervisi besar, bersiaplah disebut gila. 
  • Saat kita mengatasi masalah rumit, bersiaplah disalah-salahkan. 
  • Saat kita punya inisiatif, bersiaplah dikritik. 
  • Namun demikian, tetaplah mempersembahkan hasil yang hebat (great works).
Bukan bisnisnya saja yang dikritik. Sampai-sampai kartu nama dan pakaiannya sering dikritik oleh khalayak. Maklum, di kartu namanya terpampang "I am CEO, Bitch". Ia pun mengenakan kaos abu-abu setiap harinya, kecuali saat bertemu Paus Fransiskus dan sejumlah pemimpin negara. Namun ia tetap pede. “Diapresiasi, jangan larut. Dikritisi, jangan takut,” mungkin demikian falsafah yang ia pegang.

Suatu ketika, saat Mark Zuckerberg berolahraga bersama anaknya, lagi-lagi publik mengkritiknya, “Kepala dan leher anak bisa terguncang-guncang. Itu tidak bagus buat otaknya.” Di lain waktu, seniman bernama Katsu di New York mengkritik dan menghinanya dengan melukis wajah-nya dengan kotoran manusia. Ya, kotoran manusia. Seperti biasa ia mampu membedakan, mana kritik yang perlu ditanggapi, mana kritikan dan hinaan yang cukup diabaikan.

Menyikapi Hinaan  Sekian dulu untuk pendiri Facebook. Sekarang kita beralih ke seorang binaragawan. Lahir dari keluarga miskin di Austria, ia bertekad menjadi binaragawan dan berlatih 5 jam sehari. Di usia 20, ia mengikuti sebuah kontes akbar dan menang. Ia jadikan kemenangan ini bekal untuk nyemplung di dunia film di Amerika. Bolak-balik ikut audisi, namun ia 
sering dihalau pulang karena wajahnya dianggap mirip monster dan suaranya dianggap mirip mesin. Hm, apakah hinaan itu membuatnya berhenti dan menyerah? Tidak, sama sekali tidak. Alih-alih menyerah, ia terus mencoba. Zest. Sampailah akhirnya tahun 1984, ia diminta berperan sebagai robot canggih dalam sebuah film. Mungkin wajahnya mirip monster, mungkin suaranya mirip mesin, 
namun kali ini semua ciri itu menjadi penguat karakter. Dan siapa sangka, ternyata film itu booming. Sejak itu, kariernya terus meroket bagaikan jet, membuat sineas terkaget-kaget. Dialah Arnold Schwarzenegger. Filmnya berjudul Terminator. Sampai di sini, apakah Anda melihat apa yang saya lihat? Sudah takdirnya, setiap perjalanan menuju sukses diharuskan melewati kerikil-kerikil kritikan dan batu-batu hinaan. Itu biasa. Hadapi saja. Dari aktor, sekarang kita beranjak ke pengusaha traktor. Namanya Ferruccio Lamborghini. Sebagai orang berkocek tebal, wajar kalau dia membeli dan mengen-darai sebuah Ferrari. Namun, Ferrari sempat membuatnya kecewa alias tidak memuaskan hati. Lalu dia komplen sama pemiliknya, Enzo Ferrari. Dan inilah tanggapan Enzo Ferrari, "Masalahnya bukan pada mobilnya, tapi pada pengendara-nya!" Jleb! 

Tak cukup sampai di situ, dengan kalimat yang menohok Enzo Ferrari pun mengolok, "Sudahlah, urus saja traktormu." Begitu hinaan mencecar, pantang bagi seorang Ferruccio Lamborghini merasa gentar dan gemetar. Soalnya, ia kadung menyimpan zest yang telah berurat berakar. Kemudian ia pun bersumpah akan menyaingi Ferrari dengan menciptakan mobil yang memukau dan lebih wow. Yang mana ini terbukti pada tahun 1964 di Geneva Auto Show. Hingga kini Lamborghini dan Ferrari terus-menerus bersaing dalam memperagakan karya yang terbaik. Maka hadirlah kendaraan demi kendaraan. Boleh dibilang, masing-masing punya fans tersendiri yang 
loyal dan militan. Lamborghini maju karena hinaan, Ferrari pun melaju karena kritikan. Terlihat nyata di sini, tak selamanya hinaan dan kritikan itu mematikan. Yang penting adalah bagaimana kita bersikap lalu mengambil tindakan. Mark Zuckerberg, Arnold Schwarzenegger, dan Ferruccio Lamborghini telah berhasil membuktikan. Sudah saatnya Anda turut melakukan! Menaklukkan Gengsi Ada semacam malu, gengsi, dan ego yang membuat orang menunda-nunda untuk memulai bisnis. Boleh dibilang, mereka tidak suka menjual. 

Nah, itu karena malu dan gengsi. Ada juga karena ketidaktahuan dan ketidak sadaran. Mereka pun menunda-nunda untuk memulai bisnis. Anda harus bisa mengubah kritikan dan hinaan menjadi penghasilan.

Biasanya mereka berkilah, "Besok-besok. Nanti-nanti." Sementara waktu terus berjalan, tak terhenti. Padahal, begitu dia memulai, sukses finansial tengah menanti.
Satu lagi. Biaya hidup dan tanggungan hidup terus meningkat. Anak pun masuk SD dan SMP. Asal tahu saja, biaya pendidikan di Indonesia naik 2 kali lipat setiap 5 tahun. Inflasi? Tak bisa ditahan. Biaya umrah? Harga properti? Sama, naik terus, tak bisa ditahan. Sampai di sini, coba Anda pikirkan dan renungkan sungguh-sungguh. Cukupkah gaji Anda? Jelas, menunda-nunda memulai bisnis bukanlah solusi. Sebenarnya, tidak harus pintar untuk menjadi entrepreneur. 

- Tidak harus punya gelar sarjana. 
- Tidak harus punya garis keturunan. 
- Tidak harus punya pengalaman. 
- Tidak harus terkenal. 
- Tidak harus kaya. 
- Tidak harus ini-itu.
Terus, apa yang penting? Anda memilih dan membuat keputusan. Cuma itu. Jangan salah, memilih dan membuat keputusan itu perlu keberanian. Simak saja kisah Mark Zuckerberg, Jack Ma, dan Ferruccio Lamborghini.


Saya tahu, di antara kita, ada yang memilih jadi profesional, ada juga yang memilih jadi entrepreneur. Yah silakan saja. Pilihan. Masing-masing ada konsekuensi. Dan inilah saran saya kepada entrepreneur serta calon entrepreneur. Mulailah berbisnis semuda mungkin.
Mumpung lagi semangat-semangatnya. Mumpung lagi berani-beraninya. Mumpung ada banyak waktu. Mumpung masih sedikit tanggungan. Yang saya lihat, tingkat semangat dan tingkat keberanian si muda, memang rada beda dengan senior-seniornya. Beneran, beda! Belum lagi, Anda ketika muda punya banyak waktu menghabiskan 'jatah gagal'. Ini sepertinya sepele atau lelucon, padahal sama sekali tidak. Kalau sudah berumur? Sebenarnya, nggak masalah juga. Asalkan Anda punya semangat, keberanian, dan kecepatan. Istilah saya, zest.


Coba pikirkan baik-baik. Mana yang lebih penting:
  • Kritik dan hinaan orang lain. 
  • Malu dan gengsi Anda.
  • Sebuah bisnis, yang insya Allah memampukan Anda untuk membayar uang sekolah anak-anak Anda, biaya umrah Anda, dan harga properti Anda.
  • Kalau Anda waras, pastilah Anda akan menjawab, “Sebuah bisnis, yang insya Allah memampukan saya untuk membayar uang sekolah anak-anak saya, biaya umrah saya, dan harga properti saya.” Ya, ini semua jauuuuuh lebih penting ketimbang hinaan orang lain dan gengsi Anda.
Ingat. Di Era Digital seperti sekarang ini, berbagai kemudahan ada di ujung jari kita. Boleh dibilang, jempol adalah aset yang teramat besar dan bisa menghasilkan uang. 
- TANPA HARUS keringatan
- TANPA HARUS macet-macetan
- TANPA HARUS produksi sendiri
- TANPA HARUS punya ruko dan kios

Anda cukup menguasai WA dan socmed. Itu saja. Tapi sungguh-sungguh ditekuni dan dikuasai. Maka hasilnya akan lumayan, bahkan sangat lumayan. Insya Allah. Apapun produknya apapun industrinya. 
Setidaknya, itulah yang saya ajarkan kepada peserta seminar saya di berbagai negara. Alhamdulillah, sebagian dari mereka memetik hasilnya. Saya pun turut bangga.

Pada akhirnya, selagi muda, berbisnislah. Sekian dari saya, Arif Wahyudi. Sekiranya Anda ingin bermitra dengan saya dan dapat bimbingan dari saya, silakan WA ke 0857-3558-2798. Kesempatan bermitra ini saya berikan hanya kepada mereka yang serius. Semoga berkah berlimpah.

Pembaca yang Budiman kiranya hanya itu pemaparan yang Arif Wahyudi Mentor PayTren sampaikan tentang bagaimana cara mengubah kritikan dan hinaan menjadi penghasilan, semoga bermanfaat.


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url